Portal Datiga, Gayo Lues – Ditengah konflik dalam bentuk perang terbuka antara pasukan RI dan GAM, fondasi pembangunan Kabupaten Gayo Lues dikonsepkan dan diletakkan.
Tepatnya, satu tahun kepemimpinan Muhammad Ali Kasim sebagai PJ. Bupati pertama Gayo Lues, pada tanggal 19 Mei 2003 situasi di Aceh semakin memburuk, di mana pada hari itu, Aceh secara sah dinyatakan sebagai Daerah Operasi Militer.
Operasi ini dilakukan setelah GAM menyatakan sikap tegas, menolak ultimatum Pemerintah Pusat selama dua minggu, untuk bersedia menerima otonomi khusus menjadikan Aceh tetap bagian wilayah di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Operasi ini merupakan operasi militer terbesar yang dilakukan Indonesia sejak Operasi Seroja (1975), dan Pemerintah mengumumkan terjadinya kemajuan yang berarti, dengan ribuan anggota GAM terbunuh, tertangkap dan menyerahkan diri.
Dampak dari operasi ini, tak terkecuali Kabupaten Gayo Lues ikut merasakan imbasnya, baik dari stabilitas keamanan, politik maupun jalannya pembangunan.
Pasukan di bawah Bantuan Kendali Operasi atau lebih familiar dengan sebutan BKO pada masa itu terus berdatangan dan bertambah untuk ditempatkan diseluruh pelosok-pelosok yang ada di wilayah Kabupaten Gayo Lues.
Dalam menyikapi keadaan yang semakin mencekam dan tak menentu tersebut, Ali Kasim dan para pejabat serta para tokoh Gayo Lues lainnya tidak tinggal diam, apalagi berharap keajaiban datang secara tiba-tiba agar Kabupaten Gayo Lues bisa aman dengan sendirinya.
Ia berpikir keras, terus-menerus melakukan upaya pendekatan demi pendekatan ke berbagai pihak, agar perang terbuka di wilayah yang Ia pemimpin antara Pasukan RI dan GAM dapat diminimalisir dengan baik.
Benar-benar, tidak dapat dibayangkan, dalam kondisi yang masih merangkak dan pembangunan masih baru mau dimulai, terjadi kontak senjata di lapangan. Lalu kampung, sekolah, dan fasilitas lainnya terbakar seperti umumnya terjadi di Pesisir, Aceh.
Hal ini tentu menjadi beban yang luar biasa bagi Ali Kasim sebagai Pemimpin. Ini bukan sekadar tantangan biasa, tapi ancaman yang dapat merenggut nyawanya dan nyawa masyarakat Gayo Lues, jika Ia salah dan keliru dalam mengambil tindakan dan menyikapi kondisi tersebut.
Untuk meredam gejolak ini, Ali Kasim mulai bolak-balik ke Banda Aceh untuk menghadap ke Panglima Kodam Iskandar Muda, Kapolda Aceh, Komandan Bataliyon, dan pimpinan kesatuan lainnya untuk membuka komunikasi secara intensif, dan menjelaskan kondisi Gayo Lues yang masih merangkak dan sangat rentan hancur jika terjadi bentrok secara terus-menerus.
Pada masa itu, menuju ke Kota Banda Aceh dari Gayo Lues bukan perjalanan mudah, ia harus menempuh perjalanan lewat Kota Medan terlebih dahulu, baru ke Kota Banda Aceh naik pesawat. Sebab, jalan darat dari Blangkejeren, melalui Takengon, Bireuen, dan Sigli ke Banda Aceh, tidak memungkinkan untuk dilewati secara lancar, apalagi pejabat.
Jalan tersebut sangat rawan, bisa saja terjadi secara tiba-tiba perang terbuka antara pasukan RI dan GAM atau bahkan dirinya bisa saja dihadang/sweeping secara tiba-tiba, baik oleh pasukan RI maupun GAM, terutama lintasan antara Bireuen – Sigli – Banda Aceh.
Selain itu, ia pun harus bolak-balik ke Jakarta mencari dana tambahan untuk dapat membangun berbagai fasilitas yang diperlukan. Untuk usaha ini, Ali Kasim sempat menghadirkan pejabat setingkat Menteri, Dirjen, Gubernur, Pangdam, dan Kapolda ke Kabupaten Gayo Lues.
Ali Kasim berharap kedatangan para pejabat tersebut dapat melihat lebih dekat kondisi Gayo Lues dan memberikan masukan-masukan tentang langkah apa yang perlu disiapkan untuk membangun dan menata kabupaten Gayo Lues.
Disisi lain, kehadiran Menteri, Pangdam, Kapolda, Gubernur, dan para pejabat lainnya, Ali Kasim ingin menunjukkan dan menegaskan secara tidak langsung kepada rakyat dan pasukan BKO di Kabupaten Gayo Lues, bahwa, dirinya benar-benar serius ingin membangun negeri tempatnya dilahirkan dan sama sekali tak ingin adanya gangguan dari pihak manapun.
Keputusannya dalam menghadirkan para pejabat besar ke Kabupaten Gayo Lues, akhirnya membuahkan hasil. Relasi yang ia bangun selama ini ke berbagai pihak semakin hangat dan semakin saling pengertian satu sama lain, serta berakhir pada satu arah dalam penyatuan paradigma, bahwa Kabupaten Gayo Lues yang baru saja mekar tak mungkin bisa membangun jika terjadi kontak senjata secara terus-menerus.
Uniknya dalam kondisi ini, Ali Kasim juga sering mengundang para komandan satuan tugas BKO dari masing-masing kesatuan ke Pendopo untuk makan malam sambil berdiskusi. Pada suatu ketika, ia pernah mengundang para komandan kesatuan ke Pendopo, dan disaksikan langsung oleh Kepala BAPEDDA, Abubakar Karim dan pejabat Gayo Lues lainnya, Ali Kasim menyampaikan;
“Bapak-bapak para komandan, pengendali pasukan di lapangan, penjaga keamanan Republik Indonesia, dan juga pelindung masyarakat, kami ini sedang dan akan mulai membangun negeri ini. Pembangunan ini tidak mungkin dapat kami lakukan, jika negeri ini tidak aman. Untuk itu apa yang perlu kami lakukan agar bapak-bapak mudah melaksanakan tugas, dan kami pun dapat melaksanakan tugas membangun negeri ini dengan aman. Mohon bapak kendalikan pasukan bapak masing-masing di lapangan agar tidak liar, tidak bentrok melalui perang terbuka dengan GAM, yang sudah pasti masyarakat yang menjadi korbannya,” tegasnya.
Komunikasi yang elegan ke berbagai pihak, tidak hanya dilakukan kepada pihak RI. Komunikasi ini juga dilakukan kepada pimpinan GAM setempat, seperti Ama Armada Saleh (Gubernur GAM Wilayah Linge), Ilham Ilyas Leube (Panglima GAM Wilayah Linge), Kalam, Sur Pining, Fauzan Blang, Ama Uwe, dan masih banyak lagi. Baik secara langsung maupun melalui orang-orang tertentu.
Tidak jarang pula, beliau menugaskan Kepala Bappeda untuk melakukan komunikasi ke berbagai pihak. Selain kepada pihak GAM, Kepala Bappeda membangun komunikasi dengan satuan-satuan tugas kecil RI, seperti SGI, BIN, dan lain-lain untuk dapat melakukan langkah-langkah strategis dan konkrit dalam pembangunan Kabupaten Gayo Lues.
Komunikasi ini dilakukan secara berjenjang, agar Pemerintah Daerah tahu apa yang dibutuhkan dan apa yang diinginkan oleh satuan-satuan RI yang di-BKO-kan dan satuan-satuan tempur GAM.
Terhadap pasukan RI yang di-BKO-kan di Kabupaten Gayo Lues, Ali Kasim menambah uang lauk pauk sebesar Rp. 100.000,- per personil per bulan, selama hampir 2 tahun (2003 – 2004). Ada sekitar 600 – 800 personil dari berbagai kesatuan yang di-BKO-kan di Kabupaten Gayo Lues.
Sementara terhadap GAM, beliau secara terang-terangan, bahkan kadang-kadang meminta izin kepada satuan-satuan tugas keamanan untuk berkomunikasi dengan pihak GAM.
Hasilnya dapat dilihat, bahwa sangat jarang ditemukan bentrok dan perang terbuka antara pasukan RI dan GAM di Kabupaten Gayo Lues. Ali Kasim sangat dekat dengan Panglima Kodam Iskandar Muda, Endang Suwarya, bahkan di kalangan para Bupati di Aceh ketika itu, Ali Kasim dikenal sebagai Bupati anak emas Pangdam Endang Suwarya.
Demikianlah Ali Kasim menjaga perdamaian di Kabupaten Gayo Lues, tidak hanya sekedar menghimbau jangan ada bentrok. Tapi ia bangun komunikasi secara apik, dan ia penuhi kebutuhan, agar semua pihak puas dan tanggung jawab pun bisa dilaksanakan secara baik.
Setelah kondusifnya kondisi di Gayo Lues, Ali Kasim semakin lincah kesana kemari mencari berbagai peluang untuk membangun Kabupaten Gayo Lues. Ali Kasim berpikir, bahwa, jika pembangunan Kabupaten Gayo Lues hanya bertumpu kepada APBK Gayo Lues, ia tidak akan mampu berbuat banyak.
APBK Gayo Lues tahun 2003 hanya sebesar Rp. 115 M dan meningkat menjadi sekitar Rp. 180 M pada tahun 2004. Di pihak lain, Kabupaten Gayo Lues harus dapat melaksanakan berbagai tugas pembangunan sarana prasarana. Oleh karena itu diperlukan dana APBN, APBA, dan sumber-sumber dana lainnya.
Abdi Whienargayo