Suatu pagi dalam keheningan,
Seorang anak terlelap tidur,
Menunggu terbangun dalam sambutan,
Di rumah kakeknya di Kecamatan Pining,
Namun, naas pagi tak bersahabat,
Orang-orang bertarung dengan gayungnya,
Meredam amarah si jago merah,
Dengan pekikan, tangisan dan rasa takut.
Kepala anak menggelayut rendah,
Hilang ingatan dalam kepulan asap,
Perlahan ia pergi dengan teriakan,
Teriakan yang diredam oleh teriakan luar.
Aku bertanya, ini salah siapa?
Mereka berkata ; ini adalah takdir!
Iya inilah takdir, takdir, takdir dan takdir,
Maut tidak mengenal tempat, memang.
Dibenak ku, dibenak mu, benak kita semua mungkin sama,
Ini adalah tragedi di Pining !
Kita hanya mengelus dada melihat Ibu dan ayah kehilangan anaknya,
Menangis seakan merasa tak percaya.
Sekali lagi, dibenak ku, dibenak mu, benak kita semua mungkin sama,
Betapa sedihnya orang-orang di Pining,
Bertarung hanya dengan gayung,
Melawan takdir, ya takdir!
Sekali lagi, dibenak ku, dibenak mu, benak kita semua mungkin sama,
Betapa mirisnya nasib mereka,
Kehilang anak, kehilang rumah di Bulan kemenangan.
Kita semua iba, sangat iba.
Kamu iba? Sama, kita semua sangat berduka cita,
Karena mereka adalah saudara kita,
Semoga ini menjadi pelajaran,
Dan kedepan tidak ada lagi saudara kita melawan jalar api dengan gayung, itu bukan tandingan .
Abdi Whienargayo
https://portaldatiga.com/2023/03/30/kebakaran-hanguskan-9-rumah-di-desa-pining-1-korban-jiwa/https://portaldatiga.com/2023/03/30/kebakaran-hanguskan-9-rumah-di-desa-pining-1-korban-jiwa/