Dibalik Senja yang Tak Diharapkan (Kedatangannya) : Manusia dan yang Dilindungi
Portal Datiga_ Opini : Rata-rata orang Indonesia, tanpa terkecuali orang Gayo Lues bakal bangga jika disebut memiliki khodam harimau. Bahkan, sangking bangganya, ada yang bela-belain edit foto berdampingan dengan harimau.
Memang menurut kepercayaan khodam harimau memiliki sifat tenang, namun bisa juga berbahaya. Orang dengan khodam ini diyakini memiliki sifat berwibawa dan daya pengasih yang kuat.
Namun bisa saya pastikan, harapan orang-orang yang ingin memiliki khodam harimau, gak bakal mau jika disuruh hidup berdampingan dengan harimau, apalagi orang-orang itu memiliki kebun dan ternak yang dekat di bibir hutan. Demikianlah faktanya, para pemimpi khodam harimau kali ini terpaksa saya bongkar rahasianya.
Para pemilik dan pemimpi khodam harimau sepertinya perlu mengetahui, menurut data, populasi harimau sumatera saat ini tersisa hanya sekitar 400 ekor yang hidup di dalam blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut, dan hutan hujan pegunungan.
Menyedihkannya, hari ini sebagian besar kawasan tersebut telah mengalami pembukaan hutan untuk lahan pertanian ataupun perkebunan sehingga habitat kucing besar ini semakin berkurang.
Negara tidak diam melihat kondisi kritis ini, Negara telah sejak lama menentapkan harimau jadi salah satu satwa dilindungi, hal itu tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Meskipun telah dilindungi oleh undang undang, populasi Harimau Sumatera terus mengalami penurunan.
Penurunan tersebut disebabkan seperti sampaikan diatas yang terpaksa saya ulangi secara lengkap; hilangnya habitat asli secara tak terkendali, berkurangnya jumlah spesies mangsa, dan perburuan.
Harimau ini biasanya diburu untuk diambil seluruh bagian tubuhnya, mulai dari kulit, kumis, kuku, taring, hingga dagingnya, hal itu disebabkan bagian tubuh harimau dipercaya sebagai jimat yang memiliki kekuatan magis. Bodoh memang sebagian kita ini, masih percaya sama jimat, bagian tubuh harimau mati dipercaya bisa memberikan kekuatan.
Beberapa hari lalu, Harimau Sumatera bernama Senja telah dilepaskan di kaki Taman Nasional Gunung Lauser. Gayo Lues tentu bangga hutannya masih bisa menampung satwa yang paling dilindungi Negara.
Namun, dibalik kebanggan itu, sepertinya, ada fase yang terlewatkan oleh pihak-pihak terkait terhadap masyarakat Gayo Lues, khususnya masyarakat yang berkebun dan beternak dibibir TNGL. Fase itu, fase komunikasi (Sosialisasi).
Fase yang terlewatkan inilah yang menyebabkan, banyak netizen Gayo Lues menyuarakan keresahannya melalui media sosial. Salahkah? tidak ! Bahkan, ada foto profilnya di edit dengan harimau pun ikut berkomentar betapa menakutkannya harimau itu. Ngeri memang Harimau ini, gak cocok di Hutan TNGL, karena kalau cocok bisa datang kerumah, katanya, saya baca komennya kayak mau nyanyi stecu, stecu.
Kalaulah seandainya, jauh sebelum Senja dilepaskan, pihak terkait membangun komunikasi dengan masyarakat setempat, tentu tidak ada kegaduhan di media sosial, orang Gayo Lues penting terus terang diawal, karakter orang Gayo pada umumnya kalau sudah terang diawal, gajah peh osah e temet arap numah e. Penting terang.
Kita yakin pelepasan Senja di Kaki TNGL sudah melewati proses kajian, tapi masalahnya, sebelum pelepasan, sepertinya tidak ada sosialiasi atau memberikan pemahaman kepada masyarakat setempat, bahkan seharusnya, menurut saya pribadi, masyarakat setempat diikutsertakan mengkaji di wilayah hutan mana Senja ini layak dilepaskan. Menurut saya.
Meskipun Senja mampu menciptakan pemandangan yang menakjubkan dengan langit yang berubah menjadi berbagai warna, namun jika nama itu diberikan kepada Harimau tetaplah menakutkan, kehadirannya tetap tak diharapkan jika pihak terkait memilih sikap stecu (Setelan Cuek) kepada masyarakat sebelum pelepasannya.
(Abdi Whienargayo)

Tinggalkan Balasan